
7 September 2013
Rajawali Foundation
Tobasa, Sumatera Utara – Direktur Rajawali Foundation, Agung Binantoro, menyatakan dunia pendidikan merupakan tanggungjawab semua pihak. Tidak hanya pemerintah namun juga masyarakat dan dunia usaha. “Maka menjadi tugas bersama untuk menggenjot minat peserta didik terhadap bidang Iptek sejak dini,” katanya di sela-sela pemberian beasiswa kepada mahasiswa dan dosen Institute Politeknik DEL, Tobasa, Sumatera Utara, (Sabtu 7/9).
Menurut dia, rendahnya minat program studi pada bidang-bidang teknik, sains, dan pertanian sangat disayangkan. Mengingat dalam menyongsong 100 tahun usia Kemerdekaan RI di 2045 dan era Bonus Demografi, kebutuhan SDM yang memiliki disiplin ilmu di bidang iptek semakin tinggi. “Untuk menopang pembangunan nasional itu dibutuhkan SDM teknik dan sains yang lebih banyak lagi, begitu juga di prodi pertanian, di mana kita harus membangun kemandirian pangan,” tegas Agung.
Sebagai bentuk kepedulian swasta di bidang pendidikan, Rajawali Foundation memberikan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi di Institute Teknologi DEL, Tobasa, Sumatra Utara. Beasiswa ini berupa penanggungan biaya kuliah hingga lulus kuliah. Sedangkan untuk dosen, beasiswa berupa kuliah gratis ke luar negeri. “Langkah ini dilakukan menjadi bagian kecil dari upaya peningkatan jumlah SDM di bidang-bidang Iptek,” tandas Agung.
Peminat rendah
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud, Djoko Santoso, mengakui bahwa peminat beasiswa Perguruan Tinggi program studi (prodi) teknik dan sains masih rendah. Padahal kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang Iptek sangat tinggi dalam menopang pembangunan menyongsong hadirnya era bonus demografi di Indonesia.
Ia menuturkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) setiap tahunnya menyiapkan 1.000 beasiswa tingkat magister (S2) dan doktor (S3) untuk prodi teknik dan sains di luar negeri. Sedangkan beasiswa S2 dan S3 di Perguruan Tinggi dalam negeri, jumlahnya mencapai 3.000 beasiswa. Sayangnya, lanjut dia, setiap tahun penyerapan beasiswa tersebut belum optimal. “Beasiswa di prodi-prodi teknik, sains, dan pertanian yang disiapkan tidak pernah habis, selalu tersisa karena sepi peminatnya,” ujarnya.
Penyerapan beasiswa yang rendah itu, kata Djoko, tak lepas dari masih rendahnya minat generasi muda Indonesia dalam menekuni ketiga bidang tersebut. “Jumlah generasi muda peminat bidang-bidang sains, teknik, dan pertanian sendiri masih rendah di S1, bahkan sejak di jenjang sekolah menengah,” ungkapnya.
Menurutnya, jumlah program studi di Indonesia mencapai 19.000 prodi yang ditampung oleh 3.200 perguruan tinggi negeri dan swasta. Dari total 19.000 hanya 70 persen saja yang diisi program studi sains, teknik, dan pertanian. “Sedangkan populasi mahasiswa di bidang sains hanya 3 persen, teknik 11 persen, dan pertanian 3,5 persen,” sebutnya.
Sementera itu, Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kemdikbud, Ahmad Jazidie, menjelaskan peminat bidang-bidang iptek sudah rendah sejak di jenjang sekolah menengah. Sehingga berdampak pada minimnya jumlah siswa yang berminat melanjutkan kuliah di jenjang-jenjang berikutnya. Untuk itu, Jazidie tengah menggenjot minat siswa untuk tertarik pada bidang-bidang iptek. “Salah satunya dengan menumbuhkan kesadaran dan kecintaan terhadap Iptek, diperkenalkan sejak dini agar tumbuh minatnya,” ujar Jazidie.
Salah satunya dengan melibatkan lebih banyak siswa dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di bidang Iptek, mulai dari pameran, hingga lomba-lomba di bidang sains. “Kalau sudah kenal, akan tumbuh kecintaan, maka diharapkan dapat berminat untuk melanjutkan di jenjang kuliah,” pungkasnya.